Selasa, 27 Mei 2014

TAXMACO MOBIL
by:suhendar hendar
 
CARUT MARUT DIBALIK BANGKRUTNYA TEXMACO

TEXMACO merupakan perusahaan raksasa di negeri ini yang sempat mencicipi masa kejayaan pada masa orde baru. Jikalau kita pertimbangkan betapa beruntungnya negeri ini mempunyai anak bangsa yang brilliant, terbukti dengan pesatnya teknologi yang dikembangkan texmaco, mulai dari mesin tekstil beserta produk tekstilnya sampai dipenghujung kejayaanya mampu menjalar dunia otomotif. Didunia tekstil mungkin lebih dikenal produk-produk texmaco ini berupa polyester (serat buatan) salah satunya dan permesinanannya (merk PERKASA) juga dibidang otomotif texmaco berhasil membuat beberapa varians mobil yang bisa dibanggakan seperti mobnas maleo, timor s-2, texmaco macan (MVP), texmaco kancil (city car).
Berbeda dengan keadaan pada saat masa jayanya TEXMACO sekarang hanya sebuah nama besar perusahaan yang sempat menjadi kebanggaan bangsa ini. Keaadaan TEXMACO saat ini sudah sangat memprihatinkan, bisa dikatakan kolaps bahkan kasarnya bangkrut. Tentunya kita sebagai orang-orang yang mau berpikir tentunya ada sedikit rasa penasaran yang semoga saja rasa penasaran itu bisa diteruskan dengan pikiran briliantnya, kenapa PT.TEXMACO bisa bangkrut? Jawaban singkatnya adalah karena PT.TEXMACO mempunyai utang yang jumlahnya lebih besar dari nilai asetnya sendiri. Jawaban tersebut cukup menjawab tapi perlu kejelasan lanjut agar para pemikir dinegeri ini bisa belajar dan mengambil hikmah.
Seberapa besarkah hutang TEXMACO itu? Jika dihitung utangnya berkisar sekitar Rp.18 triliun sedangkan jika aset TEXMACO sendiri dijual diperkirakan hanya akan mencapai nilai sebesar Rp.800milyar yang notabene hanya mampu menutupi 5% utang perusahaan. Demikian kacaukah? Kenapa bisa sampai pada kondisi seperti itu? Ketika orang-orang penting yang mempunyai kekuasaan terutama di negeri ini sudah kurang peduli dan kurang pertimbangan terhadap masa depan bangsa dan kesejahteraan orang banyak hal-hal diatas bisa dengan mudah terjadi.
Sebenarnya saat berjalanya betapa dimanjakannya TEXMACO ini terutama dengan didapatkannya fasilitas kredit preshipment dari Bank Indonesia dengan kucuran dana yang amat besar serta faktualnya banyak terjadi pelanggaran peraturan kredit dan perbankan. Saat itu ada 20 perusahaan yang menerima fasilitas tersebut diantaranya PT. TEXMACO yang mempunyai kredit dengan nilai terbesar namun dalam langkahny a TEXMACO tidak mampu mengembaliakn sebagian besar tunggakannya termasuk pula beberapa perusahaan lain seperti Bakrie Group, namun saat itu TEXMACO lah yang mempunyai tunggakan paling besar. Selain utang piutang dengan investor dan pihak lain (dari beberapa sumber).
Jika kita memandang sekilas dari besarnya jumlah utang perusahaan tentu beberapa orang akan sempat berpikir bangkrut dan menjadi bebanlah perusahaan ini. Dengan utang yang begitu besar perusahaan tidak akan mampu menjalankan kegiatan operasionalnya. Tapi lain halnya dengan orang-orang yang berpikir panjang dan matang tentu tidak akan terlalu mengungkit masalah tanpa solusi namun akan memikirkan betapa besar sejarah teknologi yang telah ditorehkan TEXMACO , hampir mirip dengan perjuangan Nissan dan toyoda/Toyota. Tentu orang-orang ini akan berpikir bagaimana membangkitkan perusahaan ini tanpa mengesampingkan pemecahan masalah yang ada.
Selama ini, kalau kita perhatikan, sepak terjang Meneg BUMN dan BPPN hanya dilandasi pemikiran sesaat. Bagaimana mendapat uang seketika dari penjualan aset-aset bermasalah untuk menutupi defisit anggaran pemerintah. Bahkan lebih jauh lagi, aset-aset yang liquid pun, akhirnya diobral juga demi menutupi defisit anggaran dan memoles citra Indonesia sebagai negara yang konsisten mengikuti arus pasar bebas dunia (deregulasi dan privatisasi) yang disarankan IMF.
Kasus menggegerkan misalnya, pernah terjadi pada penjualan obral PT Indosat – perusahaan telekomunikasi yang jelas-jelas sangat strategis dan menguntungkan secara bisnis — kepada perusahaan milik pemerintah Singapura. Protes masyarakat terhadap divestasi Indosat tak digubris pemerintah. Jadilah satelit Palapa yang legendaris dan jadi kebanggaan bangsa Indonesia “terbang” ke tangan Singapura.
Sekarang, kasus yang nyaris sama menimpa PT Dirgantara Indonesia (PTDI) dan PT Texmaco. PTDI merupakan BUMN “icon” kemajuan teknologi dirgantara Indonesia yang selama ini jadi kebanggaan bangsa. PT Texmaco, terutama Divisi Engineering-nya, juga merupakan perusahaan swasta “icon” kemajuan dan kemandirian industri permesinan Indonesia.
Texmaco, misalnya, telah berhasil membuat produk otomotif dan mesinnya sekaligus dengan komponen lokal 95 persen (baca: bandingkan dengan PT Astra Indonesia yang telah berumur 30 tahun lebih hanya mampu memproduksi otomotif dengan komponen lokal paling tinggi 60 persen), membuat mesin tekstil yang kualitasnya diakui dunia internasional, dan pelbagai produk permesinan yang lain. Tak salah bila dikatakan PT Texmaco merupakan “icon” perusahaan swasta yang peduli terhadap kemandirian dan kemajuan teknologi permesinan Indonesia.
Tapi, apa di kata? Pemerintah tampaknya tidak peduli terhadap hal-hal semacam itu. Begitu juga Texmaco, nasibnya sama: pemerintah tak peduli dengan apa yang dirintis oleh perusahaan itu. Pemerintah hanya melihat Texmaco punya utang triliunan rupiah. Tak terpikir untuk apa uang sebanyak itu. Pengembangan industri permesinan dan alat-alat berat – seperti halnya industri pesawat terbang dan permesinan — memang padat modal. Texmaco yang susah payah mandiri terjebak di sana dan akhirnya nyaris bangkrut. Lalu, pemerintah hendak menjualnya dengan harga Rp 800 miliar – hanya senilai 5 persen dari total aset Texmaco!
Menurut pemikiran saya sebagai seorang mahasiswa yang kebetulan menggeluti teknologi tekstil, terus terang saya merasa sangat prihatin dengan keadaan ini. Sekiranya mengingat kembali artikel yang pernah saya baca tentang sikap Negara barat (AS besrta kroni-nya) yang selalu menekan Negara lain yang sedang berkembang seperti Indonesia agar masuk kedalam saran-sarannya berupa swastanisasi, pasar bebas dan deregulasi sedangkan mereka sendiri tidak mau masuk dalam arena itu. Hal ini jelas akan membuat Negara berkembang tercekik dan menjerit. Walau bagaimanapun industry vital seperti permesinan dan tekstil adalah industri yang padat modal dan perlu didampingi pemirintah sebagai bos dari segala bos (super power).
Jujur saya lebih mendukung pemulihan kembali TEXMACO yang tentunya dengan campur tangan dan tanggung jawab pemerintah. Karena jika saya ditanya kenapa TEXMACO bisa bangkrut? maka jawaban saya adalah karena pemerintah terlalu mengambil ego konsisten terhadap gengsi internasional. Kemajuan teknologi dan pemikiran serta prestasi anak bangsa akan sangat lebih berharga jika dibanding dengan uang Rp.18 Triliun yang menjadi utang PT.TEXMACO dan utang inipun bukan karena penghamburan perjuangan kemajuan melainkan hasil ketamakan dan kebobrokan moral anak bangsa yang tidak bertanggung jawab…
Sumber :
http://www.antaranews.com
http://www.detiknews.com
http://www.ckezone.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar