TAXMACO MOBIL
by:suhendar hendar
CARUT MARUT DIBALIK BANGKRUTNYA TEXMACO
TEXMACO merupakan perusahaan raksasa di negeri ini yang sempat mencicipi
masa kejayaan pada masa orde baru. Jikalau kita pertimbangkan betapa
beruntungnya negeri ini mempunyai anak bangsa yang brilliant, terbukti
dengan pesatnya teknologi yang dikembangkan texmaco, mulai dari mesin
tekstil beserta produk tekstilnya sampai dipenghujung kejayaanya mampu
menjalar dunia otomotif. Didunia tekstil mungkin lebih dikenal
produk-produk texmaco ini berupa polyester (serat buatan) salah satunya
dan permesinanannya (merk PERKASA) juga dibidang otomotif texmaco
berhasil membuat beberapa varians mobil yang bisa dibanggakan seperti
mobnas maleo, timor s-2, texmaco macan (MVP), texmaco kancil (city car).
Berbeda dengan keadaan pada saat masa jayanya TEXMACO sekarang hanya
sebuah nama besar perusahaan yang sempat menjadi kebanggaan bangsa ini.
Keaadaan TEXMACO saat ini sudah sangat memprihatinkan, bisa dikatakan
kolaps bahkan kasarnya bangkrut. Tentunya kita sebagai orang-orang yang
mau berpikir tentunya ada sedikit rasa penasaran yang semoga saja rasa
penasaran itu bisa diteruskan dengan pikiran briliantnya, kenapa
PT.TEXMACO bisa bangkrut? Jawaban singkatnya adalah karena PT.TEXMACO
mempunyai utang yang jumlahnya lebih besar dari nilai asetnya sendiri.
Jawaban tersebut cukup menjawab tapi perlu kejelasan lanjut agar para
pemikir dinegeri ini bisa belajar dan mengambil hikmah.
Seberapa besarkah hutang TEXMACO itu? Jika dihitung utangnya berkisar sekitar Rp.18
triliun sedangkan jika aset TEXMACO sendiri dijual diperkirakan hanya
akan mencapai nilai sebesar Rp.800milyar yang notabene hanya mampu
menutupi 5% utang perusahaan. Demikian kacaukah? Kenapa bisa sampai pada
kondisi seperti itu? Ketika orang-orang penting yang mempunyai
kekuasaan terutama di negeri ini sudah kurang peduli dan kurang
pertimbangan terhadap masa depan bangsa dan kesejahteraan orang banyak
hal-hal diatas bisa dengan mudah terjadi.
Sebenarnya saat berjalanya betapa dimanjakannya TEXMACO ini terutama
dengan didapatkannya fasilitas kredit preshipment dari Bank Indonesia
dengan kucuran dana yang amat besar serta faktualnya banyak terjadi
pelanggaran peraturan kredit dan perbankan. Saat itu ada 20 perusahaan
yang menerima fasilitas tersebut diantaranya PT. TEXMACO yang mempunyai
kredit dengan nilai terbesar namun dalam langkahny a TEXMACO tidak mampu
mengembaliakn sebagian besar tunggakannya termasuk pula beberapa
perusahaan lain seperti Bakrie Group, namun saat itu TEXMACO lah yang
mempunyai tunggakan paling besar. Selain utang piutang dengan investor
dan pihak lain (dari beberapa sumber).
Jika kita memandang sekilas dari besarnya jumlah utang perusahaan tentu
beberapa orang akan sempat berpikir bangkrut dan menjadi bebanlah
perusahaan ini. Dengan utang yang begitu besar perusahaan tidak akan
mampu menjalankan kegiatan operasionalnya. Tapi lain halnya dengan
orang-orang yang berpikir panjang dan matang tentu tidak akan terlalu
mengungkit masalah tanpa solusi namun akan memikirkan betapa besar
sejarah teknologi yang telah ditorehkan TEXMACO , hampir mirip dengan
perjuangan Nissan dan toyoda/Toyota. Tentu orang-orang ini akan berpikir
bagaimana membangkitkan perusahaan ini tanpa mengesampingkan pemecahan
masalah yang ada.
Selama ini, kalau kita perhatikan, sepak terjang Meneg BUMN dan BPPN
hanya dilandasi pemikiran sesaat. Bagaimana mendapat uang seketika dari
penjualan aset-aset bermasalah untuk menutupi defisit anggaran
pemerintah. Bahkan lebih jauh lagi, aset-aset yang liquid pun, akhirnya
diobral juga demi menutupi defisit anggaran dan memoles citra Indonesia
sebagai negara yang konsisten mengikuti arus pasar bebas dunia
(deregulasi dan privatisasi) yang disarankan IMF.
Kasus menggegerkan misalnya, pernah terjadi pada penjualan obral PT
Indosat – perusahaan telekomunikasi yang jelas-jelas sangat strategis
dan menguntungkan secara bisnis — kepada perusahaan milik pemerintah
Singapura. Protes masyarakat terhadap divestasi Indosat tak digubris
pemerintah. Jadilah satelit Palapa yang legendaris dan jadi kebanggaan
bangsa Indonesia “terbang” ke tangan Singapura.
Sekarang, kasus yang nyaris sama menimpa PT Dirgantara Indonesia (PTDI)
dan PT Texmaco. PTDI merupakan BUMN “icon” kemajuan teknologi dirgantara
Indonesia yang selama ini jadi kebanggaan bangsa. PT Texmaco, terutama
Divisi Engineering-nya, juga merupakan perusahaan swasta “icon” kemajuan
dan kemandirian industri permesinan Indonesia.
Texmaco, misalnya, telah berhasil membuat produk otomotif dan mesinnya
sekaligus dengan komponen lokal 95 persen (baca: bandingkan dengan PT
Astra Indonesia yang telah berumur 30 tahun lebih hanya mampu
memproduksi otomotif dengan komponen lokal paling tinggi 60 persen),
membuat mesin tekstil yang kualitasnya diakui dunia internasional, dan
pelbagai produk permesinan yang lain. Tak salah bila dikatakan PT
Texmaco merupakan “icon” perusahaan swasta yang peduli terhadap
kemandirian dan kemajuan teknologi permesinan Indonesia.
Tapi, apa di kata? Pemerintah tampaknya tidak peduli terhadap hal-hal
semacam itu. Begitu juga Texmaco, nasibnya sama: pemerintah tak peduli
dengan apa yang dirintis oleh perusahaan itu. Pemerintah hanya melihat
Texmaco punya utang triliunan rupiah. Tak terpikir untuk apa uang
sebanyak itu. Pengembangan industri permesinan dan alat-alat berat –
seperti halnya industri pesawat terbang dan permesinan — memang padat
modal. Texmaco yang susah payah mandiri terjebak di sana dan akhirnya
nyaris bangkrut. Lalu, pemerintah hendak menjualnya dengan harga Rp 800
miliar – hanya senilai 5 persen dari total aset Texmaco!
Menurut pemikiran saya sebagai seorang mahasiswa yang kebetulan
menggeluti teknologi tekstil, terus terang saya merasa sangat prihatin
dengan keadaan ini. Sekiranya mengingat kembali artikel yang pernah saya
baca tentang sikap Negara barat (AS besrta kroni-nya) yang selalu
menekan Negara lain yang sedang berkembang seperti Indonesia agar masuk
kedalam saran-sarannya berupa swastanisasi, pasar bebas dan deregulasi
sedangkan mereka sendiri tidak mau masuk dalam arena itu. Hal ini jelas
akan membuat Negara berkembang tercekik dan menjerit. Walau bagaimanapun
industry vital seperti permesinan dan tekstil adalah industri yang
padat modal dan perlu didampingi pemirintah sebagai bos dari segala bos
(super power).
Jujur saya lebih mendukung pemulihan kembali TEXMACO yang tentunya
dengan campur tangan dan tanggung jawab pemerintah. Karena jika saya
ditanya kenapa TEXMACO bisa bangkrut? maka jawaban saya adalah karena
pemerintah terlalu mengambil ego konsisten terhadap gengsi
internasional. Kemajuan teknologi dan pemikiran serta prestasi anak
bangsa akan sangat lebih berharga jika dibanding dengan uang Rp.18
Triliun yang menjadi utang PT.TEXMACO dan utang inipun bukan karena
penghamburan perjuangan kemajuan melainkan hasil ketamakan dan
kebobrokan moral anak bangsa yang tidak bertanggung jawab…
Sumber :http://www.antaranews.com
http://www.detiknews.com
http://www.ckezone.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar